Branding Image: Siapakah Kamu?


 
Ada peribahasa Arab bunyinya begini, "barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya."

Meski kemudian peribahasanya bikin mikir, terus bagaimana dengan atheis? Bisa jadi karena ia mendapatkan ketiadaan dalam keseluruhan pengenalan dirinya, sehingga Tuhan itu juga tiada.
*sok teeeeuu
Obrolan menarik ketika wawancara Mbak D untuk tugas UAS studi tubuh. Kakak tingkat saya ini membawa istilah baru buat saya, "Branding Image".

Sejauh mana kamu ingin dikenal 
dan dikenang orang lain?

Temennya Stereotyping atau Stigmatisasi kayaknya ya? Bedanya pada Branding Image, kamu menjadi subyek. Kamu bisa memilih di sini. Tidak pada stigma. Misal stigma pada kondom sebagai alat pelancar freesex bukan alat kontrasepsi atau stereotyping terhadap orang Tionghoa ketika Orba.

Ini menarik untuk melihat pelekatan kata SIBUK atau AKTIVIS di nama saya. Meski lebih banyak yang lebih sibuk dan beneran aktivis daripada saya. Lelah adek baaaaaang~ Padahal kenyataannya saya cuma tidak bisa memprioritaskan banyak hal dalam hidup saya ("-_-)/| huft |

Saya senang melakukan banyak hal. Dari hal negatif hingga positif. Rasanya 24 jam kurang. Tidak ada manajemen waktu. Semua teman terdekat saya pasti tahu, saya gemar mengingkari janji, tidak datang tepat waktu dan procastinator sejati.

Shit.
Ternyata totally saya orang yang menyebalkan...
*brb mandi di bawah shower*

Saya rasa ketika kita tidak berusaha membranding image diri sendiri, stereotyping akan mengambil alih. Saya awalnya jengkel ketika dibilang sibuk dan heran ketika dibilang aktivis. Itu adalah resiko ketika saya tidak berusaha menampilkan diri bahwa saya mahasiswa biasa atau saya mahasiswa berprestasi......................bolosnya. Manusia cenderung mudah mencerna informasi secara visual, dude.

Mbak D ini membranding imagenya dengan berusaha mengikuti kegiatan seleksi puteri-puterian, modelling fashion muslimah dan public speaking. Tujuannya agar orang menilainya sebagai muslimah smart dan humble.


Kenapa harus membranding image diri sendiri? Sebab gak ada orang yang mau dinilai negatif meski diri sendiri gampang menegatifikasi orang lain (kayak gak punya cermin di rumah) secara tangible dan intangible. Yeah bahasa latahnya pencitraan.

Lagipula Branding Image sebenarnya bukan barang baru. Banyak norma atau aturan adat yang dibentuk karena citizen menyadari bahwa hidup ya menilai dan dinilai. Sistem sosial kita mengamini itu. Ada orang tua yang melarang anak perempuannya keluar malam karena enggan dinilai anaknya adalah anak nakal. Ada.

Lalu gimana dengan slogan "jadilah diri sendiri"?
Tapi diri sendiri yang bagaimana?

Wong Shopie aja butuh 1 buku tebel buat ngejawab "Siapa Kamu?" *brb digetok pake Dunia Shopie*. Wong berbuat baik aja ada yang menilai buruk. It's your choice memang untuk pencitraan. Apapun komentar orang, setidaknya kamu udah berusaha mendisposisi tubuhmu dengan caramu.

Saya sebenarnya mencoba membranding image sebagai perempuan tegar ketika putus dengan mantan. Gak ada yang tahu betapa hancurnya hidup saya saat itu, termasuk si mantan. Padahal harapannya kalau mantan tahu, kali dia mau ngajak balikan karena kasihan huahahaha.


Yah begitulah. Ndak postingannya kepanjangan. Mungkin kalian bisa mencoba membranding image kalian sejak sekarang. Tapi hindari menipu ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sambalnya Satu Bu, Sambal Tomat Ya!

Uang Kembalian dan Siapa yang Lebih Ramah

Cinta Habis Di Orang Lama Itu Hanya Berlaku Bagi Yang Gak Mau Menyembuhkan Luka Patah Hatinya