Media Komunitas dan Representasi Penyuaraan Kebutuhan Masyarakat

gambar dari google


Ramai pemberitaan di media massa arus utama tidak surut begitu saja usai ajang pemilihan umum presiden republik indonesia kemarin. Hingga kini setiap isu yang didapati kemungkinan tinggi terhadap korupsi atau kebijakan yang tidak sesuai harapan rakyat dengan mudah menjadi kontroversi. Tidak selesai menjadi berita di media massa, penggiringan isu melalui platform miniblog twitter ternyata bersuara lebih gencar! Sayangnya, tidak semua media arus utama mampu atau mau mengangkat isu-isu kaum minoritas seperti isu-isu konflik agraria atau potensi desa-desa di Indonesia.

Lalu bagaimana khalayak akan paham tentang isu-isu yang tidak seksi (padahal penting dan genting) ini? Imbasnya adalah isu-isu minoritas tersebut akan terus menjadi tabu. Seolah kebebasan pers bukan hak wong-wong cilik di desa-desa bahkan meski mereka sangat butuh publikasi, seperti sengketa Rembang, Urut Sewu, Apartemen Uttara hingga genosida terstruktur di Papua. Kemana aplikasi UU kebebasan berpendapat? 


Salah satu upaya untuk memberikan kemudahan akses informasi kepada minoritas adalah melalui inisiasi tentang media komunitas. Media yang kemudian dirintis oleh para pegiat media komunitas melalui radio komunitas, video komunitas, buletin komunitas dan televisi komunitas.


"Radio komunitas hingga saat ini masih didengarkan karena mengabarkan apa yang dibutuhkan warga," tukas Adjiek dari Saluran Informasi Akar Rumput (SIAR) Jogja pada workshop Media Komunitas dalam rangka dua tahun KAGEM TV, Oktober 2014 silam. Radio komunitas HANACARAKA FM di Wonosari, Gunungkidul adalah salah satu contoh. 


Rakom yang fokus menggali isu Wonosari Green City ini memulai perjuangan sebagai radio pasar hingga kemudian mendapatkan hati para pendengarnya yang bahu-membahu membangun semangat Go Green sejak tahun 2013. Pilihan platform radio komunitas juga diaplikasikan untuk penanganan paska bencana alam tanah longsor di Karang Kobar, Banjarnegara melalui Radio Tanggap Darurat (RTD) Jemblung Bangkit yang diinisiasi Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) Pusat dan cabang Jawa Tengah. 


Ada pula buletin komunitas yang diproduksi dan disebarkan medkom Angkringan yang memuat hal-hal seputar Desa Timbulharjo, Sewon, Bantul termasuk tentang aplikasi MK-160 untuk penyebaran informasi kebencanaan secara massal dan terstruktur. Atau bisa mencoba bekerja sama dengan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata dengan tema kebencanaan untuk memberikan informasi tentang kebencanaan seperti Rakom Gema Merapi di Cangkringan, Sleman.


Selain memberikan informasi yang dibutuhkan oleh warga, media komunitas juga menyasar kepada golongan-golongan yang kurang mendapat perhatian di masyarakat seperti kaum miskin, difabel, maupun ibu-ibu. "Di Joglo TV, teman-teman berusaha untuk memberikan informasi yang jujur dan natural.", ujar Antok Suryaden dalam acara yang sama. Kekuatan dari media komunitas ini menjadi kunci dalam upaya gotong royong pembangunan desa. 


"Media komunitas berbasis dari, oleh dan untuk komunitas," sehingga penting melakukan assesment kebutuhan komunitas. Komunitas di sini yakni masyarakat maupun penggerak medkom itu sendiri. Kebutuhan ini yang kemudian melalui media komunitas diolah menjadi penyedia informasi yang diperlukan oleh warga (aplikasi 'untuk komunitas'), dimana warga juga terlibat dalam penyebaran informasi maupun realisasi solusi dari hasil pemetaan masalah.


Produk-produk media komunitas yakni liputan televisi komunitas, buletin komunitas yang disebar rutin tiap bulan, program-program rutin siaran radio komunitas pada akhirnya adalah sarana penggalangan dukungan untuk media komunitas itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Antok kepada peserta workshop media komunitas di KAGEM. Masyarakat akan semakin mengenal media komunitas di wilayahnya melalui keterlibatan partisipatif antara komunitas dan warga. Kaderisasi pun akan semakin mudah ketika warga telah merasa dilibatkan. 


Selain itu media komunitas akan mampu menjadi semangat bergerak menuju perubahan lebih baik bagi daerahnya ketika masyarakat merasa ada sarana untuk mengemukakan aspirasi. Radio Komunitas Radekka FM salah satunya telah berhasil mengajak warga bersama menjadi nasabah bank pohon dan mendapatkan sebuah Kalpataru.


Nah, bagaimana dengan desamu? Apakah tertarik juga membangun media komunitas? Bentuk dulu komunitasmu, setelah itu ingat kata kuncinya ya, dari-oleh-untuk masyarakat! Karena bagaimanapun media komunitas hanyalah sumber daya bagi komunitas.

--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sambalnya Satu Bu, Sambal Tomat Ya!

Uang Kembalian dan Siapa yang Lebih Ramah

Cinta Habis Di Orang Lama Itu Hanya Berlaku Bagi Yang Gak Mau Menyembuhkan Luka Patah Hatinya