Menanam adalah Melawan: Surat untuk Y di B
gambar dari google
Ada banyak hal yang semula tidak aku ketahui, lalu di waktu
ke depan aku mengetahuinya. Ternyata pengetahuan itu mengerikan. Ia memberikan
kita akses tidak terbatas kepada kebenaran dan kebohongan, atau ruang abu-abu
di antaranya. Maka memang sepantasnya perempuan diputuskan aksesnya terhadap
pengetahuan yang biasa kita raih melalui pendidikan, sebab pengetahuan mampu
menjadikan kita tuan terhadap keinginan-keinginan dari diri kita. Padahal itu
yang ditakuti oleh kultur patriarki, kapitalisme dan feodalisme: perempuan berdaya
dengan kakinya sendiri.
Mengenai kapitalisme, aku sebenarnya tidak mengenalnya
secara detail seperti aku tidak mengenalmu dengan utuh, Y. Hanya saja
perkenalan yang tiba-tiba ini membawaku pada rimba konflik agraria di Negara
kita. Rimba yang awal mulanya sangat menyesatkan, sebab pembangunan telah
membuatku lupa pada asal apa-apa yang aku makan sedari aku kecil. Aku
terpelanting jauh, terjerembab di muka kemiskinan yang tidak bisa aku turunkan
angkanya barang 0,00001 pun dari indeks penuh angka. Harga diriku semakin remuk
melihat mereka di desa-desa, bangkit dengan tergesa-gesa untuk bertahan hidup,
padahal mereka yang di kota tergesa-gesa untuk menghabiskan hidup.
Sistem yang menjijikkan, semakin menjerat kita, memupuskan
atau justru menghidupkan semangat perlawanan. Sistem yang akan semakin
membutakan kita, jika kita tidak pernah mampu berpikir secara komprehensif,
jika kita cenderung berpikir parsial, jika kita tidak pernah turun langsung “ke
jalan”. Sistem yang memualkan dan mematikan akal sehat, sementara adu domba
tidak pernah menyelesaikan apapun, justru merupakan taktik andalan penguasa. Sistem
yang terus menerus merampas tetapi tidak pernah memberikan apapun pada mereka
yang tidak kooperatif terhadap nafsu buas korupsi dan monopoli pemilik modal
dan perusahaan. Sistem yang membolak-balik logika tentang keharusan memihak
fakir dan miskin.
Bagaimana aku tidak bertambah bingung, Negara ini katanya Negara
agraris tetapi lahan pertanian semakin berkurang tiap tahunnya. Kita sudah
tidak menanam padi lagi, kita menanam apartemen, hotel dan mall. Sebentar lagi
memanen semen, emas, sawit, dan entah kelak makan apa dan petani harus
bagaimana. Lalu kita mengimpor beras agar bisa dimainkan angka-angkanya. Guyonan
terhebat di masa akhir remajaku!
Ah, sebenarnya jika aku sendiri, aku tidak akan mampu
mengatasi seluruh permasalahan Negara ini. Meski demikian, asalkan aku terus
berendah hati (kuharap kamu juga, Y), aku akan mau perlahan mengurangi
masalah-masalah ini, dimulai dari lingkunganku sendiri, sekecil apapun bentuk
pengurangannya. Mungkin kapan-kapan kita bisa berkolaborasi membentuk taman
baca di desa misalnya, dengan memanfaatkan buku-buku yang murah di Jogja tetapi mahal di pelosok sana. Sambil tidak
lupa untuk terus menyuarakan kebenaran.
Cukup sekian dulu, Y.
Surat yang aneh ini akan semakin aneh jika terlalu panjang. Mari disambung dengan ceritamu di B.
Surat yang aneh ini akan semakin aneh jika terlalu panjang. Mari disambung dengan ceritamu di B.
Salam.
This is the precise weblog for anybody who needs to seek out out about this topic. You notice so much its almost arduous to argue with you. You positively put a brand new spin on a subject that's been written about for years. Nice stuff, simply nice!
BalasHapus