Rabu, 17 Januari 2018

Tulisan yang Menyelamatkan Hidupku

gambar dari google

Selamat tahun baru 2018 saudara seper-dumay-an!

How’s your life so far di 2018 ini? Saya menyambut tahun baru kali ini dengan suasana hati yang sangaaaat jauh berbeda dari tahun baru 2017, 2016, 2015 bahkan 2011. Biasanya saya akan memulai ritual menyambut tahun baru dengan merasa sangat bosan di akhir tahun karena merasa hidup saya “begini-begini aja”, tidak berkumpul dengan kerumunan di malam tahun baru karena Jogja dikepung kemacetan, dan mengakhiri dengan bangun kesiangan di awal tahun tanpa ada target apapun yang ingin dicapai dalam 1 tahun ke depan.

Salah satu keluhan awal tahun 2017 saya bisa kalian baca di sini. Baca juga keluhan awal tahun 2016 di sini. Sial, ternyata saya sangat banyak mengeluh ya dan dengan kepedean tingkat tinggi saya unggah di blog ini hahahaha.

Simsalabim, tidak ada ritual yang sama di awal tahun 2018 ini!

Saya menyambut tahun 2018 dengan sangat optimis, meskipun sebenarnya tantangan hidup yang harus saya jalani sama beratnya dengan tahun-tahun sebelum ini. Optimisme ini justru saya dapatkan setelah mengalami proses yang sangat mengerikan dan berdarah-darah di tahun 2017. Pencarian jati diri atau biasa orang bilang quarter life crisis berlangsung secara mengenaskan di tahun ini. Meskipun sebenarnya pencarian jati diri bisa dialami oleh siapapun seumur hidupnya.

Saya pikir, bukan saya saja yang mengalami beratnya melalui tahun 2017. Beratnya tahun 2017 juga ditandai dengan beberapa kabar tentang bunuh diri di media massa yang menyebarkan gelombang duka cita yang menyesakkan dada kita, salah satunya adalah Chester Beninngton dari Linkin Park, Oka dari Takis Entertaiment, dan Jyonghyun dari SHINee. Kepergian memang selalu meninggalkan memori berupa luka dan kepedihan!

Pada tahun 2017, saya menghabiskan waktu untuk merawat kesehatan mental saya yang telah jatuh tempo untuk batas “sanggup bertahan dari guncangan” di tahun ini. Banyak hal baru yang saya lakukan, tentunya diimbangi dengan mengakhiri banyak hal juga. Berkenalan dengan teman-teman baru yang mendukung saya untuk sembuh ternyata bisa sangat menolong.

Dari sekian banyak proses yang membuat saya tidak berhenti menangis, menemui kembali semua ketakutan dan luka, kemudian pelan-pelan sekali berjalan meski rasanya seperti tidak pergi kemana pun, saya merasa menjadi lebih puas dengan diri dan kehidupan saya. Rasa ini ditrigger pula oleh beberapa tulisan yang saya baca selama tahun 2017. Tulisan-tulisan ini secara tidak langsung menyemangati saya untuk melanjutkan perjalanan hidup dengan pilihan yang sepertinya tidak mungkin padahal sangat mungkin. 

Tulisan-tulisan ini bukan tulisan yang mendakik-dakik bahasa dan paparan datanya, namun sungguh sangat sulit untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kalian mau menggolongkan tulisan ini sebagai dongeng atau motivasi atau apapun, bisa juga: 

1. Berhenti Bermusuhan dengan Diri Sendiri oleh Adjie Santoso

Tulisan di website Mas Adji ini mengukuhkan betapa hobi saya yang berupa “lari dari masalah” bukanlah hobi yang patut diteruskan. Lari ke luar, kemanapun itu sebenarnya tidak sungguh-sungguh membawa kita kemanapun. Perjalanan ke luar ini justru disadari atau tidak bisa menjadi boomerang bagi diri sendiri berupa rasa benci terhadap diri ketika sudah tidak bisa lagi pergi kemanapun. Padahal membenci diri sendiri adalah jalan tercepat untuk menghancurkan diri sendiri dari dalam.

2. Menjadi Lambat, Menjadi Hidup oleh Titah AW

Tulisan ini cukup panjang untuk dibaca namun akan lebih panjang lagi helaah nafasmu setelah membacanya. Titah AW mengajak saya untuk melihat kembali kehidupan yang sudah saya jalani, apakah saya jalani dengan terburu-buru hingga hidup sekedar menyelesaikan to do list dan mengumpulkan followers? Titah menceritakan tentang gerakan Slow Living sebagai protes terhadap sistem yang memaksa kita hidup tanpa kesadaran dan hidup yang seragam. Bahwa segala yang serba cepat belum tentu baik, apa lagi jika didapatkan dengan merampas hak hidup orang lain.

3. Cukup dan Bahagia oleh Armand Dhani

Tulisan di website Tirto.id ini menampar saya kuat sekali. Saya tumbuh dari keluarga yang minim kepemilikan barang dan prestasi, sehingga saya selalu melihat kepada kehidupan orang lain dan merasa bahwa kepemilikan sesuatu akan menghantarkan saya pada kebahagiaan. Rasanya menafikkan pemikiran yang sudah mengakar terlalu jauh ini mendapatkan jawaban untuk diputus dengan gaya hidup Zen Buddha yang ditawarkan oleh Arman Dhani. Bahwa kebahagiaan tidak berasal dari mana pun, kecuali dari dalam diri.

4. Menjadi Diri Sendiri oleh Roem Topatimasang

Tulisan ini mengambil latar belakang hasil survey iseng Pak Roem tentang sejumlah iklan yang dimuat di media massa kita. Iklan-iklan ini membuat kita lupa untuk menjadi diri sendiri, menjadi pribadi yang bukan didikan televisi (dan media sosial tentunya). Sudahkah kita mengecek segala informasi yang kita terima sehingga segala keputusan yang kita ambil berasal dari kesadaran kita, bukan sekedar keputusan ikut-ikutan? Maukah kita berdiri di barisan para penemu untuk lepas dari pembatasan-pembatasan yang diajarkan dan diberikan kepada kita selama ini? Maukah kita kembali menjadi sederhana 


Semoga referensi tulisan digital di atas bisa membantu kalian yang membutuhkan suntikan di awal tahun. Demikianlah postingan ini akhirnya dibuat sebagai sarana berbagi di awal tahun (demi mengurangi postingan berisi keluhan di blog ini he he he). Ambil apa yang bisa diambil untuk menumbuhkan jiwamu di tahun ini. Meski ini bukan hal besar buat kalian, ini adalah hal besar bagi saya, maka dari itu saya ingin berbagi :D

0 komentar:

Posting Komentar