Jumat, 12 Mei 2023

Demi dan Dinda: Nasib Cinta Perempuan Tidak Hanya Satu Jalan

Hari itu aku berkenalan dengan Demi dari film Panduan Mempersiapkan Perpisahan. Demi adalah perempuan muda dari Jakarta yang mencoba membangun dirinya yang lain di Jogja. Rasanya Jogja menjadi tempat pelarian yang sempurna, terutama sejak mengenal Bara. Laki-laki sedikit introvert yang menyukai buku, music, dan pertunjukan seni ini mau menemani Demi kemanapun di Jogja. Hingga Bara mengira, ia adalah tempat pulang Demi yang lebih dari sementara.



Aku juga berkenalan dengan Dinda dari film Story of Dinda. Dinda adalah perempuan muda yang kesulitan lepas dari rasa tidak berharga karena mengalami relasi abusive berkali-kali. Dinda bertemu dengan Pram yang sedang memiliki masalah dengan istrinya. Pram membuat Dinda memikirkan ada jalan lain selain setiap Dinda memiliki masalah dan menggerakkan Dinda untuk melakukan perubahan untuk diri Dinda sendiri. Hingga Pram dan Dinda memilih untuk sama-sama berdamai dengan kondisi masing-masing.


Kedua film ini sama-sama bercerita tentang perempuan muda yang memiliki hubungan asmara dengan seorang laki-laki. Perempuan muda yang cantik, berasal dari kota yang memiliki banyak kesempatan di masa depan namun harus bertanggung jawab dengan pilihan mereka. Film ini pun alur ceritanya sama-sama di mulai dari masa depan dan flash back ke masa lalu.

Meski demikian kedua film ini memiliki kontras warna yang berbeda. Story of Dinda didominasi warna pastel dan cahaya yang terang. Sedangkan Panduan Mempersiapkan Perpisahan cenderung berwarna gelap, hitam putih, dan suram. Pada Story of Dinda, cerita diceritakan dari sudut pandang orang ketiga. Pada Panduan Mempersiapkan Perpisahan, cerita diceritakan dari sudut pandang orang pertama yakni Bara, pun sebenarnya memang menceritakan kisah Bara.


Ending dan pelajaran yang bisa diambil dari kedua film ini pun berbeda. Demi dengan penyesalannya melepas Bara karena keterlambatannya menyadari ketulusan Bara. Dinda dengan keberaniannya untuk mengambil pilihan membahagiakan dirinya sendiri dan menerima perasaan Pram perlahan. Demi kerap bertengkar dengan Bara. Dinda justru kerap berdiskusi dan menenangkan diri dengan Pram.


Dari kedua film ini, kita jadi tahu bahwa perempuan muda memiliki masalah dalam hal asmara yang berbeda satu sama lain, meski sama-sama perempuan dan seumuran. Maka tren relasi asmara yang dipamerkan oleh konten creator TikTok menjadi tidak sah, sehingga pertanyaan, “kok orang-orang pada bisa begini ya?” atau bahkan, “kok kelahiran tahun 2000 udah punya anak ya? Aku aja pacar gak ada,” tidak semestinya jadi beban pikiran netijen yang belum bisa mengikuti atau tidak memiliki relasi asmara sesuai tren TikTok.




Aku percaya setiap laki-laki atau perempuan yang kita temui lalu menjalin hubungan asmara dengannya, akan membawa kita pada cerita yang berbeda. Maka kita tidak bisa membandingkan hubungan dan pasangan kita dengan milik orang lain. Sebagaimana takdir dan nasib manusia yang memang berbeda satu sama lain, maka kita tidak bisa membandingkan diri kita dengan diri orang lain. Pun luka dan trauma yang kita alami di masa lalu juga akan membentuk pola pikir, pola kebiasaan, dan pola hidup yang berbeda di antara kita, meski kita sama jenis kelamin, usia, bahkan tempat tinggal.


Jika kita telah mencari laki-laki atau perempuan yang baru namun tetap memiliki cerita yang sama atau karakter mereka sama dengan yang dulu, coba cek ulang ke dalam diri, “apakah ada luka/trauma yang belum disembuhkan dari hubungan yang lalu atau dari hubungan ayah dan ibu kita?”. Luka/trauma yang belum disembuhkan membuat kita cenderung mencari laki-laki atau perempuan yang karakternya sama dengan si pemberi luka dari masa lalu, baik itu mantan gebetan, mantan pacar, atau mantan suami/istri, maupun ayah atau ibu kita.



Perbincangan tentang pengaruh luka/trauma terhadap hubungan asmara yang dialami saat ini bisa ditemukan secara implisit di kedua film ini. Dinda yang terus menerus dapat pasangan abusive. Hubungan masa lalu yang abusive menghancurkan keberhargaan diri Dinda, hingga ia merasa layak untuk terus mendapatkan pasangan abusive seperti Kale. Dinda pun jadi merasa tidak layak untuk menyuarakan keputusannya. Sedangkan Demi tidak berani untuk berkomitmen. Demi tidak tertarik pada laki-laki yang lembut dan tulus mencintainya seperti Bara. Namun tidak dijelaskan dengan detail apa trauma Demi, karena film ini menceritakan sudut pandang Bara. Namun di akhir film sempat digambarkan Demi adalah anak yang tumbuh tidak bisa menolak permintaan orang tuanya sekaligus tidak memahami resiko dari pilihan yang dia ambil, barang kali ini yang membuatnya kesilitan untuk mengambil keputusan dan berkomitmen.


Dari potret perempuan muda di kedua film ini, Demi dan Dinda, kita menyadari bahwa nasib cinta perempuan tidak ada yang satu jalan. Ada banyak factor yang membuat Demi bertemu Bara, Dinda bertemu Pram, dan factor kenapa mereka memilih menjalani hubungan dengan cara yang berbeda satu sama lain dan ending hubungan pun berbeda satu sama lain. Maka sebenarnya kita tidak bisa benar-benar iri pada hubungan orang lain dan menjadikan hubungan orang lain sebagai satu patokan pasti kebahagiaan hubungan kita. Satu yang perlu jadi patokan kesadaran kita adalah bagaimana masa lalu asmara kita, apakah kita sudah menyembuhkan luka kita sendiri?

0 komentar:

Posting Komentar