Senin, 25 April 2016

,

Ada Sesuatu yang Tertinggal dari Hubungan yang Gagal


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
gambar dari google

Mari biarkan saya bercerita di sela-sela proposal skripsi yang belum selesai  (karena gak ditulis-tulis). Setelah dibaca-baca lagi, saya tidak pernah menyinggung tentang hubungan saya dengan laki-laki di blog ini. Secara tidak langsung saya tanpa sadar berusaha menyembunyikan hubungan saya dengan laki-laki di media sosial, termasuk blog hahaha. Padahal sebenarnya memang saya tidak memiliki banyak cerita dengan laki-laki.

Namun, saya pernah jatuh sekali.
Jatuh yang berujung jatuh. Kami pacaran, cukup lama. Lalu berakhir. Lalu saya mencoba dengan laki-laki lain, dan tetap berakhir. Mereka saya bedakan dengan usaha-usaha menjalin hubungan dengan laki-laki ketika saya masih SMP dan SMA. Sebab, masa remaja saya berlalu begitu saja -dengan kesalahan itu-itu saja; gak ngerti tujuan dari dekat dengan laki-laki, makanya isinya banyak bapernya.

Tapi hubungan tidak serius semasa remaja membawa saya pada kesadaran bahwa penting untuk mengenal laki-laki lebih dari sekedar identifikasi tentang alat kelamin mereka. 

Satu lagi, meski telah banyak hubungan yang gagal saya lalui, dan sempat membuat saya berada di titik terendah: saya tidak layak dicintai -saya justru belajar untuk memahami bagaimana diri saya kaitannya dengan relasi terhadap laki-laki. Karena setiap dari berakhirnya hubungan penuh bunga-bunga dengan mereka, masih ada satu yang tertinggal. Lebih dari sekedar rindu dan kenangan, kalau kata akun-akun galau nan hits di line, tumblr dan twitter. 

Keberanian untuk mencintai yang terus bertumbuh.

Kalau menurut dosen saya yang demen banget refleksi; segala yang sudah saya lalui bersama para laki-laki ini meyakinkan saya tentang pentingnya memahami makna dari sebuah proses untuk pembelajaran hidup.

Begini, pacaran atau dekat dengan seseorang menggunakan rasa berbeda dengan relasi kepada teman. Posisi ini memberikan wawasan baru bagi saya. Wawasan pertama adalah ternyata saya mudah terbawa perasaan. Padahal jika menjalin hubungan dengan laki-laki pilihannya bukan cuma: dia suka atau enggak. Masih ada pilihan untuk berteman.

Terikat dalam sebuah hubungan yang harus saya pertanggungjawabkan terhadap diri saya sendiri, menunjukkan kepada saya bahwa saya selalu memilih untuk menjauhi seseorang, setelah berusaha menyelesaikan masalah dengannyanya.

Saya juga belajar memahami bagaimana sejatinya fungsi dari sistem ‘memberi-menerima’ dalam sebuah relasi dan pemaknaan akan cinta. Pembelajaran saya masih berlanjut hingga sampai pada pertanyaan yang essensial menuru saya: "pasangan/calon pasanganku ini sadar gender gak sih?". Intinya, justru saya jadi berusaha mengenali diri saya lebih jauh dengan usaha-usaha menjalin hubungan dengan laki-laki dalam rangka hubungan romansa.

Bagaimana denganmu? Apa yang tertinggal dari hubungan romansamu yang gagal?

صَلَّى اللّهُ عَلَى مُحَمَّد - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم

2 komentar:

  1. wah kalau belum memahami, jangan menerapkan sistem memberi-menerima

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini lagi proses memahami. kalau menurutmu gimana?

      Hapus