Postingan

Kenapa Rasanya Seperti Diburu-buru Untuk Menikah?

Aku memikirkan beberapa jawaban dari apa yang kurasakan terhadap pertanyaan di judul post ini. 1. Standar sosial Ada satu standar sosial yang diberlakukan terutama terhadap perempuan, yakni menikah semuda mungkin sebelum usia 30 tahun. Standar sosial ini biasa ditemui saat perkumpulan keluarga, perkumpulan dengan orang tua di masyarakat (misal rapat RT atau pengajian di masjid), dan pertemuan dengan teman yang mengamini standar sosial ini adalah standar yang wajib dipenuhi semua orang. Standar sosial ini juga yang membuat kita dibandingkan dengan sepupu, tetangga, anaknya teman orang tua kita, anaknya teman pengajian orang tua kita, atau sesederhana orang lewat di timeline media sosial orang tua kita. Prinsipnya adalah "jika anak orang lain bisa, kenapa anakku tidak?". 2. Algoritma Media Sosial Algoritma sialan ini membuat isi dunia seolah-olah berhenti di satu tema saja. Jika aku terus mencari keyword atau melihat satu konten dengan tema tertentu, maka yang muncul adalah kon...

Wajar Lelah Dalam Proses Mendapatkan Pasangan Yang Baik Untuk Dirimu

"Capek harus kenalan lagi dari awal setiap ketemu orang baru." "Bisa nggak sih lewatin fase kenalan, langsung ke menikah? Capek kenalan lagi." Barangkali kalimat di atas udah ribuan kali diretweet di twitter dan selalu seliweran di timeline saya. Tidak hanya itu, sebagai tarot reader yang mendengarkan keluh kesah klien perihal hubungan asmara mereka, mereka kerap mengeluhkan hal yang sama yakni lelah jika harus kenalan lagi. Sebagai orang yang sudah entah berapa kali kenalan dari awal dengan laki-laki baru baik melalui dating apps, media sosial, maupun dikenalkan oleh teman, dan hingga saat ini belum ada yang berhasil menjadi pasangan saya, saya memahami kelelahan dalam mengenal orang baru untuk dijadikan pasangan hidup. Namun, menurut saya, kelelahan ini bukan menjadi alasan pembenar untuk berhenti mencari calon pasangan hidup yang baik lalu memilih untuk balikan dengan mantan yang abusive atau tidak mencintai kita. Kelelahan ini bukan jadi pembenar untuk tidak mau...

Demi dan Dinda: Nasib Cinta Perempuan Tidak Hanya Satu Jalan

Gambar
Hari itu aku berkenalan dengan Demi dari film Panduan Mempersiapkan Perpisahan . Demi adalah perempuan muda dari Jakarta yang mencoba membangun dirinya yang lain di Jogja. Rasanya Jogja menjadi tempat pelarian yang sempurna, terutama sejak mengenal Bara. Laki-laki sedikit introvert yang menyukai buku, music, dan pertunjukan seni ini mau menemani Demi kemanapun di Jogja. Hingga Bara mengira, ia adalah tempat pulang Demi yang lebih dari sementara. Aku juga berkenalan dengan Dinda dari film Story of Dinda . Dinda adalah perempuan muda yang kesulitan lepas dari rasa tidak berharga karena mengalami relasi abusive berkali-kali. Dinda bertemu dengan Pram yang sedang memiliki masalah dengan istrinya. Pram membuat Dinda memikirkan ada jalan lain selain setiap Dinda memiliki masalah dan menggerakkan Dinda untuk melakukan perubahan untuk diri Dinda sendiri. Hingga Pram dan Dinda memilih untuk sama-sama berdamai dengan kondisi masing-masing. Kedua film ini sama-sama bercerita tentang perempuan mud...

Kita Tidak Tahu Apa yang Ada Di Balik Tirai (Depresi dan Remaja)

Gambar
“Aku tuh nggak tau kenapa aku bisa kayak gini. Aku sebenarnya kenapa sih? Kenapa ketika aku cerita ke orang tuaku, mereka malah nyuruh aku buat dirukyah?”.  Cerita Melati suatu hari ketika saya dan dia berada dalam satu forum. “Aku tuh nggak tau kenapa aku bisa terkenal banget kayak gini. Aku tuh padahal cuma posting biasa aja dan orang-orang terus menilai aku.” Cerita Asoka suatu hari ketika saya dan dia berada dalam satu meja. Saya pernah menjadi remaja yang tumbuh dengan ‘hasrat ingin diperhatikan berlebihan’. Hasrat itu ternyata bagian dari gangguan mental dan emosi yang saya alami. Saya tumbuh dengan terus mempertanyakan, “Kenapa keluarga saya begini?” karena keluarga saya tidak seperti role model keluarga pada umumnya yang sakinah, mawadah, warahmah ala-ala keluarga selebgram. Apalagi saya diasuh oleh seorang Ibu dan kondisi keuangan keluarga saya yang pas-pasan. Masa kecil saya jaaaaauh dari kemewahan spiritual dan material yang diakses Kirana dan Gempita, anak kecil yang po...

Tarot Reading: Tren Baru Remaja untuk Mengungkapkan Kegelisahannya

Gambar
Tarot reading atau pembacaan tarot kini dikenal tidak hanya sebagai sarana meramal atau fortune teller yang lekat dengan dunia mistik. Tarot reading ternyata dapat digunakan sebagai sarana pengembangan diri dan konseling untuk membantu mencari pandangan baru dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan.  Tarot reading juga tidak lagi hanya melalui konsultasi bertatap muka, kini justru semakin laris karena bisa dijangkau dengan media sosial, seperti instagram, whatsapp dan line. Tak heran jangkauan penikmat jasa pembacaan tarot kini lebih luas variasi umur dan lokasinya, dari usia 15 hingga 70 tahun, dari Aceh hingga Papua. Komunitas yang menaungi pembaca tarot pun kini tumbuh sehat di berbagai kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Jogja, Semarang dan Surabaya. Saya berkenalan dengan Kak Danik Yanuar (36 tahun), seorang pembaca tarot professional yang berdomisili di Jogja. Perempuan yang pembawaannya riang ini, akrab dikenal sebagai pembaca tarot favorit remaja. Kurang lebih d...

Kemana Saya Harus Pulang?

Sebagai seorang anak yang tumbuh besar dari kota ke kota, menetap di satu tempat adalah hal asing. Bahkan hingga saat ini, di usia jelang kepala tiga, saya masih hidup berpindah karena pekerjaan maupun karena memutuskan untuk mengganti suasana tempat tinggal. Saya asing dengan kata pulang yang identik dengan menetap. Sebagai seorang anak yang tumbuh besar dengan keluarga yang tidak serumah, tinggal bersama dengan anggota keluarga yang lengkap adalah hal asing. Bahkan hingga saat ini, di usia yang sedang ranumnya diminta untuk berkeluarga, saya masih hidup dengan tidak satu rumah dengan keluarga saya karena pekerjaan keluarga saya maupun karena saya memutuskan untuk hidup mandiri. Saya asing dengan kata pulang yang identik dengan kumpul keluarga. Untuk merunut saya berasal dari suku bangsa apa saja saya kesulitan, apalagi untuk merunut kemana saya harus pulang. Lalu dari tahun ke tahun saya habiskan untuk mencoba mengalami seperti yang teman-teman saya alami, yakni pulang dan menetap. S...

Kesenangan dari Bercerita

Gambar
Mari kita isi postingan kali ini dengan obrolan ngalor-ngidul (utara-selatan). Ngalor-ngidul digunakan untuk istilah kemana-mana seperti pergi dari utara ke selatan. Jauh men. Jadi di kepalaku itu banyak banget yang mau aku tulis jadi postingan blog, tapi selalu end up nggak jadi. Kenapa? Pertama karena mager. Kedua karena masih krisis kepercayaan diri buat nulis. Bahkan di platform pribadi pun aku masih merasa tidak memiliki otoritas penuh terhadap tulisanku hahahaha. Ketiga karena aku memang tidak menyempatkan diriku sekedar berlatih menulis, padahal menulis sebenarnya adalah hal yang kusukai. Kabar baiknya setidaknya di postingan ini aku mencoba lagi. Tulisan panjang untuk blog sebenarnya cukup melelahkan buatku karena harus mikir lebih lama. Sedangkan untuk berpikir aja aku sulit hahahaha. Makanya lebih tertarik nulis kepsyen di Instagram atau status facebook yang pendek-pendek aja. Ya meskipun beberapa akhirnya jadi panjang juga karena hasrat berceracau yang tiba-tiba naik, sepert...